Kerajaan Tambang: Kerajaan Tersembunyi yang Mengendalikan Jalur Sungai Kampar

Ilustrasi Kerajaan Tambang

Kerajaan Tambang, juga dikenal sebagai Tombang dalam pelafalan lokal, merupakan salah satu kerajaan adat kuno yang tumbuh di wilayah hilir Sungai Kampar. Ia berdiri sekitar abad ke-13 Masehi dan berkembang sejajar dengan Kerajaan Kampar (Kampa), menjadikannya bagian penting dalam struktur kedaulatan adat yang dikenal sebagai Adat Andiko atau Tanah Kampar. Kerajaan ini didirikan atas inisiatif para ninik mamak Limo Koto, khususnya dari Kenegerian Salo dan Kenegerian Bangkinang (Syarfi et al., 2011).

Pusat pemerintahan Kerajaan Tambang berada di Aur Sakti, kawasan yang kini termasuk dalam Desa Aur Sati, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar. Secara tradisional dikenal pula sebagai Danau Bingkuang, wilayah ini merupakan pusat kendali lalu lintas air dan perdagangan sepanjang Sungai Kampar. Peran pentingnya adalah sebagai pengawas jalur air dari hulu Kampar menuju Teratak Buluh, menjadikannya satu simpul strategis dalam peradaban sungai. Meskipun teritorialnya tidak luas, posisi kerajaan ini vital secara geopolitik dan administratif.

Masyarakat adat Tambang dan Terantang (juga dikenal sebagai Toghontang atau Tontang) secara genealogi memiliki ikatan erat dengan komunitas adat di Kenegerian Air Tiris, Kenegerian Kuok, dan wilayah Limo Koto Bangkinang. Beberapa tokoh pucuk suku yang tercatat dalam silsilah antara lain:

  • Datuk Godang (Suku Domo Tambang), keponakan dari Dt. Indo Komo (Air Tiris).
  • Datuok Bosau (Suku Melayu Tambang), anak kemenakan dari Dt. Tuo (Bangkinang).
  • Penghulu Ajo (Suku Melayu Tambang), anak kemenakan Dt. Singo (Kuok).
  • Datuok Bosau (Suku Domo Terantang), keponakan Dt. Bandaro Hitam (Air Tiris).
  • Datuok Putau (Suku Melayu Terantang), keturunan dari Dt. Tuo (Bangkinang) (Syarfi et al., 2011).

Raja pertama Kerajaan Tambang adalah Juong Pahlowan (Juang Pahlawan), seorang tokoh yang dijemput dari Rao dan berasal dari Gunung Malelo, wilayah yang kini termasuk Koto Kampar Hulu. Ia merupakan kemenakan dari Datuk Godang Cincin dan menjadi raja pertama di wilayah Tambang dan Terantang.

Ilustrasi Raja pertama Kerajaan Tambang adalah Juong Pahlowan (Juang Pahlawan)
Ilustrasi Raja pertama Kerajaan Tambang adalah Juong Pahlowan (Juang Pahlawan)

Secara administratif kontemporer, wilayah bekas kerajaan ini mencakup sebagian besar Kecamatan Tambang (kecuali Desa Kuapan), serta wilayah Kecamatan Binawidya dan Tuah Madani di Kota Pekanbaru.

Setelah wafatnya Raja Juong Pahlowan, kerajaan ini menyatu dengan Kerajaan Kampar (Kampa) hingga menjelang akhir abad ke-19. Namun, menurut J. Munok (1865), Tambang dan Terantang tetap termasuk dalam struktur pemerintahan Kerajaan Kampar (Syarfi et al., 2011).

Meskipun telah lama berada dalam struktur Kampa, dokumen kolonial Belanda mencatat bahwa Tambang kembali menunjukkan eksistensinya sebagai kerajaan mandiri pada akhir abad ke-19. JW. IJzerman (1895) mencatat bahwa di hilir wilayah Limo Koto terdapat dua lanskap, yakni Kampar dan Tambang: “liggen eerstroomafwaarts van de V Kota’s, twee landschappen: Kampar en Tambang.”

Tambang pada masa itu dipimpin oleh Sultan Khalifatoellah Moehammad Achirdzaman, sebagaimana tercantum dalam cap kerajaan Tambang (IJzerman, 1895). Raja berikutnya tercatat bernama Abu Bakar, dengan struktur adat yang terdiri dari:

  • Dubalang: Datuok Bagindo Sipado
  • Tuo Kampuong: Datuok Tumongguong
  • Malin: Datuok Khotib Rajo

(Ekspedisi Militer Belanda, Nationaal Archief, 1902)

F. Bernard dalam perjalanannya ke Sumatera (1904) mencatat pengalaman tinggal di rumah Raja Tambang. Ia menyatakan bahwa rumah tersebut sangat sederhana dan tidak menunjukkan simbol kemegahan kerajaan. Ruang sempit, personel militer tidur bergiliran, dan papan-papan informasi dipaku pada pohon kelapa. Di depan rumah terdapat balai musyawarah (baleh-baleh) tempat diselenggarakannya rapat agung atau grand council (Bernard, 1904).

Kedudukan Kerajaan Tambang (Tombang) bersama Kerajaan Kampar (Kampa) sebagai kerajaan adat di Tanah Andiko, ditambah dengan eksistensi entitas seperti Tapung, Teratak Buluh & Tiga Kampung (Pematang Bangkinang) menegaskan bahwa sebagian besar wilayah Kota Pekanbaru modern berada di atas tanah adat warisan Kampar. Dalam terminologi adat, wilayah Pekanbaru Modern ini 3/4nya termasuk dalam bagian Tanah Andiko, suatu konsep wilayah adat yang jauh lebih tua dari entitas administratif Riau modern.

Kerajaan Tambang merupakan satu dari sekian entitas adat yang membentuk fondasi kebudayaan Kampar dan menjadi jejak penting dalam narasi sejarah lokal. Meskipun istana dan kejayaannya telah meredup, warisan adat dan silsilahnya masih dijaga oleh masyarakat hingga hari ini. Sebagai bagian dari Adat Andiko, Tambang akan menjadi bagian dari kajian lanjutan Ensiklopedia Kampar yang akan mengulas lebih dalam tentang Tanah Andiko, Adat Andiko, serta Bahasa Melayu Kampar sebagai varian penting dalam kontinum Melayu Riau.

Referensi:

1. Syarfi, Drs. MA.Dpl IT et al. (2011). Buku Silsilah Otok Cacau Ninik Mamak dalam Masyarakat Kampar. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kampar.

2. IJzerman, J.W. (1895). Dwars door Sumatra. ‘s-Gravenhage: Martinus Nijhoff.

3. Bernard, F. (1904). Van Batavia naar Atjeh: Dwars door Sumatera.

4. Departemen Militer Belanda (1902). Verslag van de Militaire Expeditie in de Residentie Sumatra’s Westkust. Nationaal Archief, Den Haag.

5. Munok, J. (1865). Catatan Wilayah Kampar dan Limo Koto (tidak diterbitkan, dikutip dalam Syarfi et al., 2011).

Bagikan Postingan:

Postingan Terkait