Jejak Keemasan di Tanah Tapung yang Terlupakan
Ringkasan Umum
-
- Didirikan: Abad ke-14 Masehi
-
- Lokasi: Wilayah Kenegerian Petapahan, Tapung, Kabupaten Kampar, Riau
-
- Raja Pertama: Ghajo Sigha (Raja Merah)
-
- Raja Terakhir: Yang Dipertuan Muda Raja Mudo
-
- Status Kini: Warisan sejarah dan adat dalam masyarakat Tapung
-
- Koordinat: Sekitar Sungai Tapung, Tapung Kiri, Provinsi Riau
Sejarah Berdirinya
Kerajaan Petapahan berdiri dalam struktur pemerintahan adat yang disebut Andiko 44, sebuah konfederasi adat yang membawahi 12 kenegerian di wilayah Tapung Kiri dan Tapung Kanan. Sistem ini mengatur bahwa meski sebuah kenegerian boleh mendirikan kerajaan, kekuasaannya tetap bersandar pada hasil musyawarah para Ninik Mamak.
Pendiri pertama adalah Ghajo Sigha, juga dikenal sebagai Raja Merah, yang datang bersama Datuk Majo Indo, penghulu suku Domo dari Muara Takus. Datuk Majo Indo kemudian menjadi pucuk pimpinan adat tertinggi di Petapahan.
Struktur Pemerintahan dan Gelar Adat
Pemerintahan Petapahan berbentuk kerajaan adat konfederatif, di mana raja memegang gelar Bendahara. Ia dibantu oleh para pemangku adat dan penghulu dari berbagai suku dan kampung di Petapahan dan sekitarnya.
Beberapa gelar dan struktur penting adalah sebagai berikut:
-
- Datuk Majo Indo – Penghulu suku Domo (dari Muara Takus)
-
- Datuk Setia Pahlawan – Penghulu suku Peranakan (keturunan Bugis)
-
- Datuk Tanaro – Penghulu suku Kampai
-
- Datuk Surodirajo – Penghulu suku Piliang
-
- Datuk Bijo Sinaro – Penghulu suku Melayu
Masyarakat Adat dan Komposisi Suku
Kerajaan Petapahan memiliki komposisi masyarakat adat yang beragam, tetapi tetap berpijak pada prinsip musyawarah dan mufakat. Para pemimpin adat disebut Godang, yang memiliki posisi sejajar: duduk samo ghondah, togak samo tinggi.
Suku Domo berasal langsung dari Muara Takus dan menjadi pilar utama adat Petapahan. Suku lainnya seperti Kampai, Piliang, dan Melayu yang berasal dari 5 Koto Kampar juga memiliki peran adat penting. Sementara itu, suku Peranakan Bugis muncul sebagai hasil integrasi pasca konflik dan kerja sama militer.
Konflik Awal dan Munculnya Suku Peranakan
Pada masa awal kerajaan, Petapahan menghadapi ancaman dari luar, termasuk serangan dari Si Jimban, panglima dari wilayah Siak Gasib. Dalam menghadapi ancaman ini, Raja Petapahan menjalin aliansi dengan Batin Sigalas dari Bencah Kelubi serta masyarakat dari Pantai Cermin.
Kontribusi penting datang dari para pedagang Bugis atau Lanun Bugis yang tinggal di hilir Sungai Tapung. Mereka ikut membantu dalam pertahanan dan setelah kemenangan, diangkat sebagai bagian dari masyarakat adat. Inilah awal terbentuknya suku Peranakan, dengan pemimpin bergelar Datuk Setia Pahlawan. Di kemudian hari muncul pula suku peranakan atau percampuran Arab yang namanya menggunakan embel-embel Said untuk laki-laki dan Syarifah untuk perempuan.
Integrasi ke Kesultanan Siak dan Pengaruh Kolonial
Raja terakhir Kerajaan Petapahan adalah Yang Dipertuan Muda Raja Mudo. Masa pemerintahannya berakhir saat wilayah Tapung dimasukkan ke dalam kekuasaan Kesultanan Siak melalui kontrak politik tertanggal 1 Februari 1858 antara Kesultanan Siak Sri Indrapura dan pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Sejak saat itu, sistem kerajaan lokal dihapus secara bertahap dan digantikan oleh sistem kolonial.
Catatan Penjelajah Asing dan Bukti Historis
Catatan penting mengenai keberadaan Kerajaan Petapahan berasal dari seorang penjelajah Portugis bernama Tomas Dias. Dalam perjalanannya ke pedalaman Sumatera pada tahun 1684, ia mencatat pertemuan dengan Datuk Bandaro, seorang bendahara dari Petapahan.
Catatan ini kini tersimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) dan menjadi sumber penting tentang eksistensi dan peran diplomatik Petapahan dalam jaringan perdagangan maritim.
Warisan Budaya dan Nilai Keterbukaan
Kerajaan Petapahan meninggalkan warisan budaya yang menunjukkan keterbukaan, kesetaraan, dan nilai-nilai luhur adat Kampar. Penerimaan terhadap Bugis sebagai bagian dari masyarakat adat menegaskan prinsip:
Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung.
Hingga kini, sistem adat dan silsilah ninik mamak di Tapung masih memelihara ingatan sejarah akan kerajaan ini.
Referensi dan Sumber Sejarah
-
- Drs. Syarfi, MA. Dipl. IT – Silsilah (Otok Cacau) Ninik Mamak dalam Masyarakat Adat Kampar, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kampar
-
- K.H. Hasyim Arsyad – Sejarah Bekas Kerajaan Petapahan
-
- Tomas Dias – Catatan Perjalanan ke Sumatera Tengah (1684), Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI)
-
- Sultan Syarif Hasyim Abdul Jalil Syairuddin – Babul Qawaid
-
- Wawancara masyarakat adat Petapahan & Pantai Cermin (2023–2024, catatan lapangan)